Aksiologi adalah studi tentang arti nilai yang sejatinya tujuan mempelajarinya adalah untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan dua aspek utama, yaitu etika dan estetika. Dalam hal ini misalnya, pertanyaan tentang apa yang pada akhirnya baik, buruk, benar, dan salah berkaitan dengan berbagai jenis etika, sedangkan pertanyaan tentang apa yang harus dianggap seni, apa yang indah, dan isu-isu terkait yang berkaitan dengan estetika.
Meskipun pertanyaan tentang nilai sama tuanya dengan filsafat itu sendiri, “aksiologi” merujuk terutama pada tulisan-tulisan para fenomenolog Austro-Jerman seperti Franz Brentano, Alexius Meinong, Max Scheler, dan Nicolai Hartmann. Pengaruh mereka telah disebarkan ke dunia Anglophone melalui tulisan G.E. Moore, W.D. Ross, Roderick Chisholm, dan yang terbaru Robert Nozick.
Aksiologi
Aksiologi adalah istilah kata yang berasal dari bahasa Yunani axios “nilai” logos “ilmu”, yang dalam teoritis nilai adalah studi filosofis tentang kebaikan, atau nilai, dalam arti terluas dari istilah-istilah ini. Gerakan aksiologis muncul dari metode fenomenologi.
Para aksiolog berusaha untuk mencirikan gagasan nilai secara umum, di mana nilai moral hanyalah satu spesies. Mereka membantah (dengan perbedaan mencolok di antara mereka) melawan Kant, bahwa kebaikan tidak secara eksklusif berasal dari kemauan, tetapi ada dalam hierarki objektif.
Mereka menekankan sejauh mana melalui emosi dan perasaan manusia menemukan nilai-nilai. Gagasan tentang tindakan benar dipahami secara turunan dalam istilah nilai-nilai yang diungkapkan emosi. Buku Ralph Barton Perry, General Theory of Value (1926), disebut sebagai magnum opus dari pendekatan baru tentang nilai. Ia berteori, nilai adalah “objek apa pun yang diminati”. Belakangan, dia menjelajahi delapan “alam” nilai: moralitas, agama, seni, sains, ekonomi, politik, hukum, dan adat istiadat.
Biasanya ada perbedaan antara nilai instrumental dan nilai intrinsic (antara apa yang baik sebagai sarana dan apa yang baik sebagai tujuan). John Dewey, dalam Human Nature and Conduct (1922) dan Theory of Valuation (1939), mempresentasikan interpretasi pragmatis dan mencoba memecah perbedaan antara cara dan tujuan ini.
Meskipun upaya terakhir lebih cenderung merupakan cara untuk menekankan poin yang banyak hal-hal aktual dalam kehidupan manusia (seperti kesehatan, pengetahuan, dan kebajikan) baik dalam kedua pengertian tersebut. Filsuf lain, seperti C.I. Lewis, Georg Henrik von Wright, dan W.K. Frankena, telah melipatgandakan perbedaan. Membedakan, misalnya, antara nilai instrumental (baik untuk beberapa tujuan) dan nilai teknis (pandai melakukan sesuatu) atau antara nilai kontribusi (menjadi baik sebagai bagian dari keseluruhan) dan nilai akhir (menjadi baik secara keseluruhan).
Banyak jawaban berbeda diberikan untuk pertanyaan “Apa yang secara intrinsik baik?” Hedonis mengemukakan bahwa itu ialah kesenangan yang meliputi pragmatis, kepuasan, pertumbuhan, atau penyesuaian; Kantians mengemukakan bahwa itu ialah niat baik; Humanis mengemukakan bahwa itu ialah realisasi diri yang harmonis; Umat Kristen mengemukakan bahwa itu ialah cinta Tuhan.
Pluralis, seperti G.E. Moore, W.D. Ross, Max Scheler, dan Ralph Barton Perry, berpendapat bahwa ada sejumlah hal yang secara intrinsik baik. Moore, bapak pendiri Filsafat Analitik, mengembangkan teori keutuhan organik, berpendapat bahwa nilai suatu agregat tergantung pada bagaimana mereka digabungkan.
Karena “fakta” melambangkan objektivitas dan “nilai” menunjukkan subjektivitas, hubungan nilai dengan fakta adalah hal yang sangat penting dalam mengembangkan teori objektivitas nilai dan penilaian terhadap nilai. Sementara ilmu-ilmu deskriptif seperti sosiologi, psikologi, antropologi, dan agama komparatif semuanya berusaha memberikan gambaran faktual tentang apa yang sebenarnya dihargai, serta penjelasan kausal tentang persamaan dan perbedaan terhadap penilaian, tetap menjadi tugas filsuf untuk bertanya tentang tujuan mereka.
Filsuf bertanya apakah sesuatu itu bernilai karena diinginkan, seperti yang dipegang oleh subjektivis seperti Perry, atau apakah diinginkan karena memiliki nilai, seperti yang diklaim oleh para objektivis seperti Moore dan Nicolai Hartmann.
Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah salah satu cabang studi ilmu filsafat yang mempertimbangkan hakikat nilai dan benda-benda apa saja yang memiliki nilai. Secara luas, para aksiolog mementingkan segala bentuk nilai, termasuk nilai estetika, nilai etika, dan nilai epistemik.
Dalam arti sempit, para aksiolog prihatin dengan apa yang secara intrinsik berharga atau bernilai (apa yang diinginkan demi kepentingannya sendiri).
Semua masalah aksiologis selalu terkait dengan asumsi ontologis dan epistemologis. Sehubungan dengan teori komunikasi manusia, setiap peneliti membuat keputusan dalam proses teoretis yang mencerminkan posisi aksiologisnya. Keputusan aksiologis memandu semua aspek penelitian, termasuk pemilihan topik dan pendekatan yang dilakukan seseorang terhadap metode penelitian sosial yang dilakukan.
Pengertian Aksiologi Menurut Para Ahli
Adapun definisi aksiologi menurut para ahli, antara lain:
- Kattsoff (2004), Pengertian aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
- Wibisono (dalam Surajiyo, 2009), Makna aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika serta moral sebagai dasar normative penelitian dan juga penggalian, dan juga penerapan ilmu.
- Jujun S. suriasumantri, Arti aksiologi adalah teori nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
Aspek Aksiologi
Aspek aksiologis dari filsafat mengkaji tentang hal-hal yang berkaitan dengan nilai dan moral dalam kehidupan manusia. Aksiologis memunculkan dua cabang filsafat yang membahas tentang aspek kualitas hidup manusia, yakni etika dan stetika.
- Etika
Etika sosial atau filsafat moral adalah cabang filsafat yang “melibatkan sistematisasi, mempertahankan, dan merekomendasikan konsep perilaku benar dan salah”. Bidang etika, bersama dengan estetika, menyangkut masalah nilai, dan karenanya terdiri dari cabang filsafat yang disebut aksiologi.
Etika berusaha menyelesaikan pertanyaan tentang moralitas manusia dengan mendefinisikan konsep-konsep seperti baik dan jahat, benar dan salah, kebajikan dan keburukan, keadilan dan kejahatan. Sebagai bidang kajian intelektual, filsafat moral berkaitan dengan bidang psikologi moral, etika deskriptif, dan teori nilai.
Tiga bidang studi utama dalam etika yang diakui saat ini adalah:
- Meta-etika, tentang makna teoritis dan acuan proposisi moral, dan bagaimana nilai kebenarannya (jika ada) dapat ditentukan
- Etika normatif, tentang cara praktis untuk menentukan suatu tindakan moral
- Etika terapan, tentang apa yang wajib dilakukan seseorang dalam situasi tertentu atau wilayah tindakan tertentu
-
Estetika
Nilai estetika adalah cabang filsafat yang berhubungan dengan sifat keindahan dan rasa, serta filsafat seni (wilayah filsafatnya sendiri yang keluar dari estetika). Ini menguji nilai-nilai subjektif dan sensori-emosional, atau kadang-kadang disebut penilaian sentimen dan rasa.
Estetika meliputi sumber alami dan buatan yang berasal dari pengalaman dan penilaian estetika. Mempertimbangkan apa yang terjadi dalam pikiran kita ketika kita terlibat dengan objek atau lingkungan estetika seperti dalam melihat seni visual, mendengarkan musik, membaca puisi, mengalami permainan, menjelajahi alam, dan sebagainya.
Filsafat seni secara khusus mempelajari bagaimana seniman membayangkan, menciptakan, dan menampilkan karya seni, serta bagaimana orang menggunakan, menikmati, dan mengkritik seni mereka. Penjelasan ini berkaitan dengan bagaimana perasaan seseorang tentang seni secara umum, mengapa mereka menyukai beberapa karya seni dan bukan yang lain, dan bagaimana seni dapat memengaruhi suasana hati atau bahkan keyakinan kita.
Macam Bagian Aksiologi
Bramel berpendapat bahwa aksiologi bisa dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu;
- Moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang yang satu ini melahirkan disiplin khusus, yang kita kenal dengan istilah etika.
- Esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini menimbulkan atau melahirkan suatu keindahan.
- Sosio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan atau memunculkan filsafst sosio-politik.
Fungsi Aksiologi
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa, aksiologi merupakan bidang filsafat yang mengkaji masalah nilai terutama dalam etika dan estetika. Filsafat ini memberitahu kita tentang yang baik dan yang jahat.
Aksiologi adalah ilmu tentang nilai. Penjelasan ini membahas nilai dari sudut pandang filosofis. Aksiologi, terutama, menentukan baik dan buruk bagi individu dan bangsa. Itu menetapkan standar baik dan buruk. Semua kehidupan sosial kita sebagian besar bertumpu pada cabang filsafat ini.
Contoh Aksiologi
Aksiologi lebih dari sekedar menyatakan apa yang berharga atau tidak berharga, mereka yang belajar di bidang ini mencoba mengemukakan alasan mengapa sesuatu memiliki nilai atau tidak. Misalnya saja sebagai berikut;
- Norma Hukum
Fungsi norma hukum, khususnya jika hukuman mati salah, mengapa salah? Apakah karena jenis hukuman ini tidak adil? Jika ya, mengapa tidak adil?
Jika karena kehidupan manusia memiliki nilai sehingga tidak boleh sengaja diambil oleh manusia lain, lalu apa (jika ada) yang dapat menyampaikan nilai tersebut? Apakah masyarakat atau budaya memberikan nilai ini?
Atau, dengan kata lain, adakah cara untuk membumi (yaitu untuk menetapkan prinsip yang tidak dapat diubah yang mendasari alasan tertentu) klaim nilai kita? Ada ketidaksepakatan yang meluas tentang banyak aspek aksiologi, tetapi itu tetap menjadi topik yang menarik dan hidup.
Itulah tadi artikel yang bisa kami kemukakan pada semua kalangan berkenaan dengan pengertian aksiologi menurut para ahli, aspek, fungsi, bagian, dan contohnya di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Semoga memberi wawasan untuk kalian yang membutuhkannya.