Politik identitas pada hakekatnya senantisa mengacu pada alat politik yang dimiliki oleh sekelompok orang seperti dalam arti etnis, makna suku, agama, dan lain sebagainya yang dilakukan untuk mencapai tujuan memperoleh kekuasaaan. Penjalananan politik identitas ini tercermin dari bentuk tindakan sosial yang dilakukan seseorang menunjukan jati diri kelompok tersebut. Bahkan tak jarang untuk implementasi atas contoh adanya politik identitas di Indonesia memunculkan isu yang berbau SARA dan seringkali dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik dalam pemilu.
Misalnya dengan mengatasnamakan agama tertentu untuk tidak memilih pemimpin dari agama yang berbeda. Hal itu, tentunya termasuk politik identitas yang bersifat negatif karena dapat merusak integrasi nasional bangsa Indonesia. Disisi lain, untuk yang bersifat positif dalam adanya politik identitas mampu mendongkar kekuataan kelompoknya.
Politik Identitas
Politik identitas adalah salah satu cara dimana anggota masyarakat berjuang dengan tujuan untuk memperoleh pengakuan publik atas unsur budaya atau identitas mereka. Dimana identitas yang dimaskud dalam sosiologi politik bisa berupa identitas atas kesamaan ras, etnis, suku, budaya, agama, dan lain-lain.
Contoh Politik Identitas
Adapun untuk contoh politik identitas yang ada di masyarakat diantaranya yaitu:
-
Rasial dan Etnokultural
Politik identitas etnis, agama dan rasial mendominasi politik Amerika pada abad ke-19, selama Sistem Partai Kedua (1830-an hingga 1850-an), dan serta Sistem Partai Ketiga (1850-an hingga 1890-an). Identitas rasial telah menjadi tema sentral dalam politik Selatan (Southern politics) sejak perbudakan dihapuskan.
Pola serupa muncul di abad ke-21 yang umumnya direferensikan dalam budaya populer, dan semakin sering dianalisis di media dan komentar sosial sebagai bagian yang saling berhubungan dari politik dan masyarakat.
Baik fenomena kelompok mayoritas dan minoritas, politik identitas rasial dapat berkembang sebagai reaksi terhadap warisan sejarah penindasan berbasis ras terhadap suatu orang, serta masalah identitas kelompok secara umum.
-
Perempuan Kulit Hitam
Politik identitas dalam kesetaraan gender perempuan kulit hitam menyangkut politik berbasis identitas yang berasal dari pengalaman hidup perjuangan dan penindasan perempuan kulit hitam. Pada tahun 1977, Combahee River Collective (CRC) Statement menyatakan bahwa perempuan kulit hitam berjuang menghadapi penindasan, dan penciptaan politik identitas memberi mereka alat dan pemahaman untuk menghadapi penindasan yang dihadapi.
CRC juga menyarankan bahwa “the personal is political“. Ungkapan ini menjelaskan pandangan yang dimiliki perempuan kulit hitam terhadap politik, karena mereka dibangun oleh pengalaman hidup ketidaksetaraan rasial, dan penindasan berdasarkan identitas mereka.
-
Politik Identitas Arab
Politik identitas Arab menyangkut politik berbasis identitas yang berasal dari kesadaran rasial atau etnokultural orang Arab. Dalam regionalisme Timur Tengah, politik identitas memiliki arti khusus dalam kaitannya dengan identitas nasional dan budaya negara-negara non-Arab, seperti Turki, Iran, dan negara-negara Afrika Utara.
Dalam buku yang berjudul Being Arab: Arabism and the Politics of Recognition, akademisi Christopher Wise dan Paul James menentang pandangan bahwa, di era pasca-invasi Afghanistan dan Irak, politik yang digerakkan oleh identitas Arab telah berakhir.
Menyangkal pandangan yang telah “menarik banyak analis untuk menyimpulkan bahwa era politik identitas Arab telah berlalu“, Wise dan James memeriksa perkembangannya sebagai alternatif yang layak untuk fundamentalisme Islam di dunia Arab.
-
Politik identitas Maori
Karena konsep berbasis suku versus pan-Māori yang agak bersaing, terdapat pemanfaatan internal dan eksternal politik identitas Māori di Selandia Baru. Politik identitas Maori telah menjadi kekuatan yang mengganggu dalam politik Selandia Baru dan konsepsi kebangsaan pasca-kolonial.
Perkembangannya juga telah dieksplorasi sebagai penyebab perkembangan identitas etnis paralel pada populasi non-Maori. Akademisi Alison Jones menyatakan bahwa bentuk politik identitas Maori, yang secara langsung berlawanan dengan Pakeha (orang kulit putih Selandia Baru), telah membantu memberikan “dasar untuk kolaborasi internal dan politik kekuatan (basis for internal collaboration and a politics of strength)”.
-
Kulit Putih
Politik identitas kulit putih menyangkut manifestasi identitas etnokultural orang kulit putih di berbagai latar politik nasional seperti Amerika Serikat atau Australia.
Pada tahun 1998, ilmuwan politik Jeffrey Kaplan dan Leonard Weinberg meramalkan bahwa, pada akhir abad ke-20, “hak radikal Eropa-Amerika” akan mengembangkan politik identitas kulit putih trans-nasional, yang akan memunculkan narasi keluhan populis dan mendorong permusuhan terhadap non- orang kulit putih dan multikulturalisme.
Di Amerika Serikat, aliran utama berita telah mengidentifikasi kepresidenan Donald Trump sebagai sinyal meningkatnya dan meluasnya pemanfaatan politik identitas kulit putih di dalam Partai Republik dan lanskap politik. Jurnalis politik seperti Michael Scherer dan David Smith telah melaporkan perkembangannya sejak pertengahan 2010-an.
Ron Brownstein percaya bahwa Presiden Trump menggunakan “Politik Identitas Kulit Putih” untuk mendukung basisnya dan bahwa hal ini pada akhirnya akan membatasi kemampuannya untuk menjangkau pemilih non-Amerika kulit putih untuk pemilihan presiden Amerika Serikat 2020.
-
Gender
Politik identitas dalam gender adalah pendekatan yang memandang politik, baik dalam praktik maupun sebagai disiplin akademis, sebagai bersifat gender dan bahwa gender adalah identitas yang mempengaruhi cara berpikir orang.
-
Pemilu di Indonesia
Politik identitas seringkali didasarkan pada kepercayaan dan suku bangsa. Contohnya yaitu ujaran kebencian yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang digunakan sebagai alat untuk menjegal pihak lawan politik.
Selain itu, di Indonesia, politik identitas juga digunakan sebagai salah satu strategi kampanye yang dilakukan oleh para kandidat dalam Pemilu, sekaligus menjadi alasan beberapa orang untuk memilih.
Misalnya seseorang memilih kandidat bukan didasarkan pada kualitas politisi dari kandidat (misalnya dengan mempertimbangka visi dan misinya), tapi didasarkan pada identitas dari kandidat tersebut misalnya karena kesamaan agama atau suku bangsa.
Itulah tadi artikel yang bisa dikemukakan pada semua kalangan berkaitan dengan berbagai contoh kasus politik identitas yang pernah terjadi di masyarakat dunia dan Indonesia.